Selasa, 14 Maret 2017

Membayangimu, Kanda!

Membayangimu laksana
menebak-nebak pada langit yang berwarna jingga
disudut mana
pelangi bertengger warnanya

Memikirkanmu umpama melihat kepulan asap dan cahaya
meninggi kemudian hilang
Ada kemudian berpendar

Mencarimu laksana
menatap debu-debu berterbangan
kemudian disinari cahaya
bertabrakan kemudian tak jua kutemukan

Mendapatkanmu umpama menunggu waktu
tatkala ibu mengadu
mengapa 'bunga' tak kunjung disapa

Memastikanmu,,,ah nanti saja!
ketika asa digenggaman
Bakti ditunaikan
dan maut selalu diingatkan.
- Ainul Mardhia
Wanita, Payung, Air Mata, Terluka

Cahaya

Aku terjerat pada makna yang ku pahami sendiri
didalamnya ada syair yang mataku sulit memejam
Aku tersadar
pada rengkuhan kata-kata indah tapi tajam

Bila mungkin bisa
ingin ku porak-poranda
rasa yang mengajakku
menangis bersamanya

Bila mungkin bisa
ingin rasanya Rabb ku mengabarkanku
di persimpangan manakah aku terhampir
ke jalan mana aku  kembali  berpijak

Tentu ada satu jalan
yang bisa kupijaki sendiri
untuk melangkah dalam rengkuhan CahayaNya
- Ainul Mardhiah

Mencari Cahaya Ilahi

Mencarimu Dalam Sajak

Aku mencari-carimu dalam sajak
Rupa-rupa yang tak jelas
Mengintai dalam fikir

Kemudian kucari lagi
dalam ingatan
Hanya hening membuncah
Aku diam
Tiada gambaran

Bagaimana ingin kutorehkan makna
Pada sketsa yang tak jelas
membayangimu pun tiada kuasaku
Lantas, bagaimana lahir sajakku  ?

Aku mencoba mencari senyummu pada langit senja
Tiada
Kucari lagi tawamu dibalik kendil kendil pusaka
Juga Tiada

Lantas, Bagaimana lahir sajakku ?

Hanya siluet samar yang tergambar
"Aduen,  Pinta tiada tertahan selama engkau memohon kepada Tuhan. Namun pinta tiada mudah bila pada dirimu sendiri engkau berserah. 
- Ainul Mardhiah

Gadis Kecil Yang Bersedih

Minggu, 12 Maret 2017

Tak Ku Sangka

Joey seorang imigran dari kelompok etnis minoritas. Bahasa inggrisnya patah-patah dan kental aksennya. Joey bekerja pada divisi perawatan fasilitas di sebuah perusahaan jaringan telepon dan sangat bersyukur memiliki penghasilan tetap dan bisa menyisakan uang untuk membantu para kerabatnya. Dia bekerja keras dan rajin, dan tak pernah berhenti belajar dan mengasah ketrampilannya. Namun dia sadar betul bahwa aksennya sangat kental dan dia kurang panda berbicara.

Kota Manusia


Supervisornya, Bill, seorang pria kulit putih yanng kekar dan suka melintarkan lelucon rasialis. Perutnya buncit dan sikapnya kasar. Joey curiga Bill seorang rasialis. Tapi dia tak pernah dapat membuktikannya.

Joey tahu Billtidak menyukainya, setiap kali ada kerja lembur di lokasi yang jauh, Bill selalu menunjuk Joey. Kalau ada tugas perbaikan yang sangat rumit, sudah pasti Bill akan menunjukkan Joey untuk mengerjakannya sampai selesai. Bukan itu saja, kalau ada pegawai lain yang mengerjakan tugas serupa, Bill pasti akan mampir, melihat apa yang mereka kerjakan sambil mengumbar lelucon. Bill tidak pernah sekalipun menengok Joey yang sedang bekerja.

Diam-diam rasa benci tumbuh di dalam hati Joey. Rasa benci itu menusuk ulu hatinya, dan tak pernah mau hilang. Dia mulai susah tidur dan dokter mendiagnosis dia terkena tukak lambung. Dia ingin keluar saja, tapi tak banyak alternatif untuk lelaki setua dia dengan pendidikan begitu rendah. Jadi, dia terpaksa menahan kebenciannya, dan sekarang wajahnya mulai berkerut.

Tindakan supervisor yang selalu menyuruhnya lembur itu juga menyalahi peraturan serikat pekerja. Pada suatu hari, ketika menjelang pulang, Joey di beri tugas yang sangat menyebalkan, maka dia mencoba protes. :tadi malam saya sudah lembur. Begitu pula dua malam sebelumnya,” teriak kesal. “Bob belum pernah lembur selama setahun. Kenapa bukan dia saja?”
“Kau yang kupilih bung bukan Bob, Sahut Bill dengan ketus. “sekarang cepatlah kesana. Di sana ada pipa pecah, jadi mungkin kau harus mengerjakannya sepanjang malam. Tetaplah di sana sampai kerusakannya bisa di atasi”

Habis sudah kesabaran Joey. Dia kerjakan tugas itu, kemudian bersiap-siap mengajukan keluhan. Tapi dia merasa takut dan kurang paham prosedurnya. Dia takut kehilangan pekerjaan di anggap membangkang, tapi dia juga merasa tak tahan lagi.

Ketika keluhannya di teruskan kepada seorang arbitrator dan petugas itu memintanya menjelaskan keluhannya, meledaklah amarah Joeyseperti tanggul yang bobol, semua kesumatnya, perasaaan terhina dan di perlakukan tak adil tumpah ruah. Dia berbicara penuh emosi cukup lama.

Sesudah puas, dia menatap garang kepada Bill, dan dadanya terasa lega karena seluruh uneg-unegnya telah dia keluarkan. Dia merasa heran kenapa Bill tak tampak marah. Bahkan supervisor itu kelihatan kaget dan merasa menyesal.

“Busyet, Joey,” ujar Bill, “Saya tak tahu kau punya perasaan seperti itu. Pasti kau tertekan sekali selama ini. Kenapa kau tidak katakan sendiri kepadaku? Saya selalu memberimu tugas-tugas menyebalkan itu karena kaulah yang terbaik selama ini. Setiap kali ku kirim kau, saya yakin pekerjaanmu beres. Jika kau yang menangani, saya tenang dan tak perlu was-was.

“Kalau orang lain mengerjakan pekerjaan yang rumit, saya harus mampir dan mengawasinya. Saya tak pernah mengawasimu karena kau andal sepertiku. Bahkan mungkin lebih baik. Bahasa inggrismu semakin bagus sekarang, dan kurekomendasikan kau menjadi supervisor.”

Prof. Srikumar S. Rao (Guru besar Columbia Business School, New York)

Rabu, 01 Maret 2017

Tajuk Malam



pada malam aku merajuk 
Susah benar aku tak terkantuk 
pada mata yang menatap Al Mulk 

Berzikir

Ini tajuk Malam 

Mata batin berubah pelan menjadi kelam 
Ntah karena ilmu lama membungkam 
Sedang iman dibiar jatuh terhantam 

Renung..
Kemudian. Lagi, kurenung
Mati saja aq dalam renung
Kalau ibadah dibiarkan terkukung
Rapuh,,Malas,,merasa cukup!

Kemudian,PadaNya kubersimpuh
Jangan pergi..jangan pergi!
Lontarku..

Bukan Dia yg pergi,sayang
Tapi langkah imanku yang mulai gontai... 

Lelap

ini lelap yang kau buat-buat 
Sedang mimpi meratapimu dari jendela 
Bayangnya terukir pada langit jingga 
Tapi kau masih jua...lelap 

Lelah dan Terlelap
Inna ma'al 'usri yusra
Fainna ma'al 'usri yusra
Itu 'haq'

Lantas,,,kau masih mau terlelap?

Sedang rahmatNya datang terus
Tak jua mau terputus
Sedang kau masih terlelap

- Ainull Mardiah

Meraih Mimpi


 Kita penat, kita lelah, terkadang  malah kitalah yang jatuh bertubi-tubi tatkala orang lain dengan mudahnya bangkit dan bersinar, Lantas untuk apa kita bersedih, kala Allah selalu menjanjikan ada kemudahan dibalik kesusahan?"

Meraih Mimpi


Aku melepas jas PKL putihku, kemudian berjalan untuk meraih  gerbang keluar di suatu rumah sakit yang menjadi saranaku mengejar ilmu, mencoba benar-benar memanusiakan diriku agar jauh lebih bermanfaat melalui bekal apapun yang kupunya. Bukan smartphone yang smartest memang, namun dari Hp pemberian ummiku tiga tahun lalu, setidaknya aku mampu membaca pemikiran orang dari apapun yang dibagikannya di wall publik itu. Begitu banyak orang sukses dan berbakat di beranda ini.

Entah apa yang terjadi siang itu, beranda ini dipenuhi oleh cerita-cerita kesuksesan, ada yang pagi tadi meminum secangkir kopi ditemani angin Australianya, ada yang berpose di antara megah bangunan tua di  Negeri para Anbiya, ada yang hari ini sidang skripsi dan sukses meraup grade memuaskan. RAsanya sesak di hati ini memicu senyum yang menjadi pudar, awalnya aku mengasihani diriku. Andai saja yang meminum kopi itu aku, disidang itu aku, dan yang berpose itu aku. Tapi, semua orang mempunyai minda dan keinginan masing-masing, tujuan masing-masing, jalan tempuh masing-masing. Hanya saja, tujuannya sama yaitu pada dasarnya kebahagian. Lantas, mengapa tak bersyukur saja atas apa yg telah dikerjakan sembari mengerjakan hal yg lebih bermanfaat lainnya.. :)

Keluar dari gerbang, kutatap deretan warung makanan dihadapanku. Warung mana yang hari ini Allah tentukan untukku 'nge-luch'. Aku membuang pandangan ke arah pintu keluar. 2 insan, satu nenek-nenek tua berpakaian hijau mencolok dengan motif bordiran lama, dan seorang anak dengan rambut diikat. Keduanya menangis terisak sambil duduk diantara tembok2 gerbang.  Meski tak jelas kudengar, nenek itu berbicara kepada sang anak dibarengi tangis sejadi-jadinya. Hatiku terisak, bersama seorang teman kuhampiri anak itu.
' Adek, kenapa nangis?'
Anak kecil yang kuhampiri itu menghindar, seperti tak ingin membagi cerita. Sang nenek menyahut dengan suara yang tak jelas karena usia tua dan kesedihan mendalam.
" Saya lagi nyari orang, dari tadi pagi sampe sekarang gag jumpa-jumpa. Dia marinir disini tapi saya gag tau dia dimana" Sang nenek mulai menangis dan melanjutkan ceritanya lagi. 
"Saya dari jawa, kesini cari dia, keponakan saya. Tapi dia gak ada, saya gak tau rumahnya dimana"
Aku dan sahabat disampingku terpatung, mencari cara bagaimana membantu. Aku membayangkan dua orang yang digolongkan orang 'dhaif' tersesat di belantara kota dan hanya bisa menangis. Sedang kami pun begitu, berada di wilayah yang kami sendiri tak paham bagaimana. 

Belum rampung si otak mencari jawaban, seorang lelaki datang ke arah kami. Perkiraanku umurnya 40-an lebih. Ia menggendong sang nenek " Udah! pulang aja, orangnya gag bakal ada. Dari tadi pagi ditungguin gag ada, gag ada yang tau dia dimana" Sang nenek yang digendong, masih saja menangis. 

Aku dan temanku ditinggal dengan cepat oleh kejadian itu. Mungkin, harus mencari hikmahnya melalui renungan panjang. Menyesal, tak bisa membantu apa-apa.

// Semoga sang Nenek dimudahkan Allah untuk mencari anggota keluarga nya...Tidak tidak....semoga anggota keluarga itu datang mengunjungi sang nenek yang ditinggal jauh olehnya ....

- Ainul Mardiah