Dia hadir menembus dinginnya selaput angin
Dari derasnya cibiran hujan yang hampir menenggelamkan mimpi sejarah
Meraba-raba setapak sempit pada tebalnya kabut subuh
Mengendus aroma titah pada bukit yang berbatu
Meski pandangan masih hitam tanpa gores pandang warna,
Dia masih kukuh menyelam pada awan sejuk pengunungan
Mendaki terus dan terus mendaki tanpa memandang ke belakang
Meski banyak edelweiss yang menggoda hati setianya,
Diri itu masih terus meraba-raba
Setapak sempit pada jejak-jejak kecilnya
Hingga akhirnya subuh menyerah kepada fajar
Dan membuka warna terjalnya neraka hijau
Ada sukma yang terletak tinggi
Pada dalamnya nafas zikir yang menghidupkan cinta mulia
Hingga debu enggan melekat pada suci tanpa zina,
Yang akan iseng mengundang murka yang sebenarnya mengerikan
Pada titah yang dijemput diri itu,
Adalah janji kecil kepada khalik,
Yang mana angin, hujan, dan kabut subuh turut menjadi saksi Ikrar kerinduan tentang kecintaan nya yang masih semu itu
Demi seribu judul puisi, yang tergantung di awan surga,
Akulah Diri itu,
Yang akan mencari jejak-jejak wangimu
Berdampingan dengan janji yang kelak akan aku jadikan sejarah
Sajak Fauzi Rias Utama (Serambi Indonesia. Minggu 31 Desember 2017)
Fauzi Rias Utama, lahir di Babahrot, 6 Juni 1998. Bermukim di Simeulue
Banda Aceh, 1 Desember 2017
Janji dan Dirinya Sendiri/Ilustrasi Pinterest |
0 komentar:
Posting Komentar